Monday 27 December 2010

RENUNGAN:NASEHAT ADALAH PENGORBANAN BESAR


Ada sebagian orang yang melecehkan atau meremehkan nasehat. Mereka menganggap para pemberi nasehat sebagai tukang dongeng yang suka membual. Anggapan ini, menurut saya adalah hanya bagi mereka yang dangkal pemahaman agamanya. Bukannya agama itu sendiri adalah nasehat? Dari Abi Ruqayyah Tamim Aus al-Dary Nabi Muhammad s.a.w. bersabda, “Agama itu nasehat,” kami berkata, “Kepada siapa? Beliau bersabda,”Kepada Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, kepada pemimpin kaum muslimin dan rakyatnya (HR Bukhari dan Muslim). Bahkan salah satu tugas penting mereka adalah memberikan nasehat kepada yang lainnya (umat). Sebagaimana firman Allah SWT pada QS al-Nisâ’ [4]: 63. Betapa besar manfaat sebuah nasehat. Oleh karena itu, barang siapa diminta nasehat hendaklah ia penuhi, dan jangan sekali-kali menolaknya karena alasan malas. Dalam memberikan nasehat, berbicaralah yang baik, jahuilah ucapan yang aneh-aneh dan dapat menimbulkan hal-hal yang controversial. Tunjukkan kepada amal-amal shaleh, bersikaplah yang seimbang dan jangan membuat orang lain merasa bosan.

Dalam suatu kesempatan Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Habib Basri al-Mawardi, dari kalangan madzhab Syafi’i yang lebih populer dengan nama Imam al-Mâwardi. Melalui karyanya Adab al-Dunyâ wa al-Dîn, sedikit banyak dia memberikan nasehat pada penulis. Kemudian penulis uraikan kembali pada lembar jum’at kali ini, sebagai sarana media saling menasehati diantara kita. Inilah yang Allah tegaskan dalam firman-Nya, “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS al-Ashr [103]: 1-3)

Al-Mâwardi memberikan nasehat untuk menjauhkan diri dari dua macam, yaitu menjauhkan diri dari sesuatu yang diharamkan dan menjauhkan diri dari dosa atau maksiat. Adapun menjauhkan diri dari sesuatu yang diharamkan terbagi menjadi dua bagian, menahan kemaluan dari yang haram dan mencegah lidah dari merusak kehormatan orang lain. Nabi Muhammad s.a.w. “Orang yang menjaga diri dari kejahatan kemaluannya, kejahatan lidahnya dan kejahatan perutnya berarti telah terjaga. Dalam hadits lain Nabi Muhammad s.a.w. bersabda, “Sikap menahan diri yang paling Allah sukai adalah menjaga kemaluan dan perut.” Dikisahkan bahwa Mu’awiyah r.a. bertanya pada Umar bin Khaththab tentang muru’ah dan Umar menjawab, “Bertaqwa pada Allâh Subhânahu wa Ta’âla dan menyambung tali silaturahim.” Saat Mughirah bertanya hal yang sama, Umar menjawab, “Menjaga diri dari sesuatu yang diharamkan Allah Subhânahu wa Ta’âla dan menjalankan sesuatu yang dihalalkan-Nya.” Sedangkan saat Yazid bertanya, Umar menjawab, “Sabar terhadap bencana, mensyukuri nikmat dan memberi maaf saat mampu melakukannya.” Mendengar berbagai jawaban Umar, Mu’awiyah berkata, “Engkau benar di sisiku.”

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi Muhammad s.a.w. berkata pada Ali, “Wahai Ali, jangan engkau ikuti pandanganmu dengan pandangan yang lain. Sesungguhnya pandangan yang pertama itu adalah keuntunganmu, sedangkan pandangan yang kedua adalah dosa bagimu.” Menurut al-Mâwardi, hadist ini mengandung dua interpretasi: pertama, jangan kamu lanjutkan pandangan matamu dengan pandangan hatimu dan kedua, jangan kamu lanjutkan pandangan pertamamu yang terjadi secara tidak sengaja dengan pandangan keduamu yang disengaja. Isa bin Maryam a.s. berkata, “Berhati-hatilah dengan pandangan pertama yang diikuti dengan pandangan yang lain. Sesungguhnya ia dapat menanamkan syahwat dalam hati yang cukup untuk mendatangkan fitnah bagi pelakunya.” Dalam kesempatan lain al-Mâwardi mengutip perkataan Ali bin Abi Thalib r.a. ia berkata, “Mata adalah perangkap setan.”

Syahwat adalah penipu akal, pengkhianat hati, pemoles keburukan menjadi baik, dan pembujuk manusia untuk melakukan kekejian. Tidak ada satu kerusakan pun yang terjadi melainkan syahwat ikut berperan di dalamnya. Karenanya Nabi Muhammad s.a.w. bersabda, “Empat perkara yang jika dimilki seseorang, ia wajib masuk surga dan terjaga dari syetan, yakni orang yang dapat menguasi diri saat memberi anjuran, saat memberikan ancaman,saat menginkan sesuatu, dan saat marah.” Saat kondisi seperti ini menurut al-Mâwardi, ada tiga cara untuk menundukkan syahwat:

Pertama, menundukkan pandangan mata dari pengaruhnya dan mencegahnya dari membantunya. Sebab pandangan mata adalah pemimpin yang menggerakkan, sekaligus yang memusnahkan. Said bin Sinan meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Nabi s.a.w. bersabda, “Datangkanlah kepadaku enam perkara, maka aku akan mendatangkan surga pada kalian. Para sahabat bertanya, “Apa itu ya Rasulullah?” Nabi menjawab, “Jika berbicara jangan berbohong, jika berjanji janganlah mengingkari, jika diberi amanah janganlah berkhianat, tundukkanlah pandangan mata kalian, jagalah kemaluan kalian, dan tahanlah tangan kalian.”

Kedua, menjadikan jiwa menyukai yang halal dan memuaskannya dengan sesuatu yang mubah sebagai pengganti dari yang haram. Sebab Allah SWT tidak mengharamkan sesuatu melainkan Dia juga yang akan mencukupinya dengan hal mubah yang sejenis yang diharamkan, karena Dia mengetahui gejolak syahwat dan komposisi fitrah manusia. Semua ini dijadikannya sebagai alat pembantu bagi manusia untuk taat kepada-Nya dan sebagai benteng dari melanggar perintah-Nya. Umar bin Khaththab berkata, “Allah ‘Azza wa Jalla tidak memerintahkan sesuatu melainkan Dia juga yang membantu pelaksaannya, dan tidak mengharamkan sesuatu melainkan Dia jadikan manusia tidak menyukainya.” Dalam hal ini Allah berfirman, “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik, makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi al-kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam), maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.” (QS al-Mâidah [5]: 5)

Ketiga, membuat jiwa merasakan ketaqwaan kepada Allah dalam menjalankan perintah-Nya, menjauhi larangannya, menjalankan ketaatan yang diwajibkan kepadanya, berhati-hati berbuat maksiat kepada-Nya, menegaskan bahwa Allah mengetahui isi hati manusia, seperti pada QS al-Nisâ’[4]: 63 –ayat diatas-, memberi pahala bagi kebaikkan dan membalas semua keburukan. Kita simak Firman Allah SWT, “Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS al-Baqarah [2]: 281). Di ayat yang lain Allah menegaskan sekecil apapun amal kita, akan di balas sesuai dengan kadar amal tersebut. “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya Dia akan melihat (balasan)-nya. Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya Dia akan melihat (balasan)-nya pula.” (QS al-Zalzalah [99]: 7-8)

Menurut al-Mâwardi, mencegah lidah dari merusak kehormatan seseorang adalah sebuah keharusan. Bila tidak lisan akan menjadikan pemiliknya sebagai orang bodoh dan menjadi tempat balas dendam orang jahat. Orang seperti ini menurut al-Mâwardi, mudah sekali mengalami kesusahan, jika ia tidak memaksakan dirinya untuk meninggalkan larangan ini dengan sikap yang keras, ia akan tersungkur oleh kehinaannya dan tenggelam dalam bahayanya. Ia mengira bahwa menghindarnya orang lain darinya merupakan bentuk pengamanan yang harus tetap dijaga dan sebagai pertanda meningkatnya derajat kehormatannya. Akhirnya, ia pun menjadi orang yang binasa dan membinasakan orang lain. Karena itulah Nabi s.a.w. bersabda, “Ingatlah sesungguhnya darah kalian, harta kalian adalah haram atas kalian.” (HR Bukhari dan Muslim). Di sini Nabi Muhammad s.a.w. menggabungkan darah dan kehormatan karena keduanya dapat menjadi sumber dendam, kejahatan, perkataan kotor dan permusuhan. Demi darah dan kehormatan, manusia menjadi hina dan berdosa. Demi darah dan kehormtan pula ia ditinggalkan dan dibenci.
http://alrasikh.wordpress.com

No comments:

Post a Comment