Saturday 16 July 2011

Belajar Membuat Topeng di Desa Wisata Bubong


GUNUNGKIDUL- Desa wisata Bubong, Putat Patuk Gunungkidul, Yogyakarta, terkenal dengan daerah penghasil kerajinan topeng, handycraf, dan souvenir, hampir 90 persen penduduknya berprofesi sebagai pengrajin. Meski liburan, banyak dikunjungi wisatawan namun belum mampu mendongrak perolehan order pesanan.

Menurut salah seorang pelopor kerajinan topeng, Slamet Riyadi, mengatakan dari 154 KK hampir seluruhnya pengrajin topeng dan handycraf. "Hampir seluruh penduduk bekerja sebagai perajin topeng bahkan di sini anak-anak tidak ada yang menganggur, mereka semua mandiri dari bekerja menjadi perajin topeng," ungkap pemilik rumah handycraf, Bina Karya, Jumat (13/7/2011)

Pengrajin di desa Bubong, biasanya menggunakan berbagai kayu. Kayu sengon dibuat hiasan seperti gantungan kunci, patung dan wayang golek. Sedangkan kayu pule biasanya digunakan untuk kerajinan topeng. "Khusus kayu pule sangat baik untuk dibuat topeng karena pori-porinya halus dan padat sehingga lebih mudah untuk dibuat motif batik karena lunak bahannya," imbuhnya.

Banyaknya kerajinan yang dihasilkan oleh pengrajin mampu menarik wisatawan. Kedatangan para wisman dari luar daerah ke centra kerajinan handycraf dan souvenir terbesar di Gunungkidul ini tidak berdampak naiknya pesanan atau order. “Kunjungan dalam beberapa hari ini ramai. Untuk pesanan belum ada peningkatan, masih stabil-stabil saja seperti hari normal,” ujarnya.

Meski order dari wisatawan sepi, Slamet masih berproduksi untuk pesanan rutin ke Bali, Jakarta dan Yogakarta. Sedangkan untuk pesanan produk kerajinan kayu dari luar negeri masih terlihat sepi. “Stabil, omzet stabil di Rp 20 juta per bulan,” lanjut Slamet.

Para pengrajin saat agak terganggu produksinya, karena kayu sebagai bahan utama sebagian harus didatangkan dari luar kabupaten, misalnya dari JawaTimur. “Kami sudah mencoba menanam kayu Pule, beberapa waktu lalu, namun itu baru bisa dipanen 50 tahun ke depan, kami mendatangkan dari Pacitan untuk menutup produksi,” tuturnya.

No comments:

Post a Comment