Monday 21 November 2011

Asyiknya Angkringan



Di angkringan Ngayogyakarta, setiap pengunjung dimanjakan dengan aneka lauk dan jajanan. Silakan duduk di bangku panjang untuk berbagi dengan sesama pengunjung yang sama-sama mendaraskan kredo bahwa dirimu adalah apa yang kau santap.

Cukup meng-angkring-kan kaki atau mengangkat kaki seraya duduk di kursi, dari mahasiswa, buruh sampai tukang becak siap merayakan ritual bernaman "keplek ilat" dengan menyantap nasi kucing. Bentuknya seragam, nasi sekepal dibungkus daun pisang dengan lauk sambal bandeng dilengkapi oseng tempe. "Ketiban wahyu" di gerobak angkringan berbalut terpal oranye.

Nyeruput segelas "nrimo" dari kucuran air gerobak tiga teko, satu berisi air putih, satu berisi wedang jahe, satu lagi berisi teh kental. Sesama pengunjung saling berbagi situasi hidup yang terus memberat, karena produksi pangan yang terus terancam. Asyik angkringan mengingatkan setiap pengunjung bahwa nrimo berarti jengah dengan situasi namun tidak jua berdaya.


Asyik angkringan dihiasi tempe dan tahu goreng, tempe dan tahu bacem, macam-macam sate mulai dari sate usus, sate telur puyuh bacem, sate keong, sate kulit, sate (tempe) gembus, dan sate gajih sandung lamur. Ada jajanan: lentho, timus, combro?tanpa oncom, dan peyek. Nikmat lesehan di pinggir jalan.

Revolusi ala kuliner desa dimulai oleh Mbah Pairo pada tahun 1950-an. Dari Cawas, Klaten Jawa Tengah, ia disebut-sebut mengintroduksi angkringan. Pairo piawai mengolah "rasa" bahwa nikmat hidangan kuliner dapat membawa pengunjung kepada janji datangnya Ratu Adil dengan mendompleng janji terciptanya harmoni.




No comments:

Post a Comment