Wednesday 1 April 2009

KURIKULUM PENDIDIKAN KITA ALA BARAT

Dunia pendidikan kita, memang banyak yang belum terbenahi dengan baik. Masih begitu banyak pekerjaan rumah, sementara seiring dengan perkembangan zaman problem-problem baru didunia pendidikan juga bermunculan. Realitas bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia masih menggunakan dasar-dasar dari Negara barat, suatu hal yang tidak bisa dipungkiri.

Bagaimana kita hendak menyikapi? Bagi yang pernah membaca dan mempelajari runutan sejarah pendidikan di negeri kita, pasti akan maklum mengapa kurikulum kita mengacu ke barat. Setidaknya, budaya sekolah dengan model class room dibawa oleh tradisi Belanda yang berada di negeri kita sebagai klonialis. Museum di Volendam diakui sebagai dokumen terpercaya tentang asal-muasal budaya sekolah class room ini. Oleh karena itu, sangat logis jika kurikulum pun akan mengacu ke Barat dan Eropa.

Kondisi ini ditambah dengan banyaknya para guru, dosen, dan stakeholder bidang pendidikan yang sekolah dibarat, dimana teori-teori pendidikan dan penelitian pendidikan berkembang pesat. Saat mereka pulang ke Indonesia, otomatis mereka akan mengimplementasikan ilmu yang didapatkannya. Ini berarti melestarikan dasar-dasar kurikulum pendidikan ala barat. Teori-teori pendidikan yang asli Indonesia seperti ajaran Ki Hadjar Dewantara yang mengacu pada nilai-nilai lokalitas seperti kita tahu, menjadi sekedar wacana yang makin ditinggalkan dunia pendidikan kita. Alasan yang sering terdengar adalah ajaran tersebut tidak sesuai dengan perkembangan modernisasi yang kemudian bermuara ke globalisasi. Padahal globalisasi hanya bisa diantisipasi dengan glokalisasi.

Seperti apakah kurikulum pendidikan kita saat ini? Yang ada bahwa kurikulum yang diberikan di sekolah saat ini justru kontra produktif dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Selain membutuhkan banyak jam pelajaran yang melelahkan muatannya tak jarang, anak malas belajar dan membenci mata pelajaran tertentu.

Banyak model desain kurikulum yang sudah ditinggalkan Barat namun masih diimplementasikan di Indonesia sebagai negara ’pengopi’ desain kurikulum. Inilah yang acap salah kaprah dan sering dilakukan oleh bangsa kita. Tidak hanya di bidang pendidikan, juga di bidang lainnya. Ketika di negara asal sudah out of date di negara kita sedang menjadi trend.

Di Indonesia acap terdengar sindiran: ganti menteri, ganti kurikulum. Disayangkan, kadang yang menjadi kebijakan konkrit bukan perubahan kurikulum yang meningkatkan kualitas pendidikan, tetapi cederung untuk keperluan bisnis buku semata. Buku pelajaran baru banyak diterbitkan dengan alas an perubahan kurikulum. Padahal hanya berubah sampul dan kata pengantar saja.

Kurikulum memang tidak sebatas pengadaan buku. Akan tetapi lebih mengacu pada arah pendidikan yang hendak dicapai. Jika selama ini yang trjadi adalah penyeragaman baik pola pengajaran maupun isi materi pelajaran, ini berarti karakteristik peserta didik dianggap sama di seluruh Indonesia. Padahal karakteristik peserta didik sangat dipengaruhi faktor lingkungan dan budaya di mana peserta didik berada.

Kurikulum berbasis kompetensi pernah menjadi isu pendidikan. Desain kurikulum ini dimaknai dengan kurikulum yang harus dikembangkan lebih kreatif, inovatif, dan aspiratif serta sesuai dengan kebutuhan lingkungan dan pasaran kerja, akan tetapi juga menampilkan ornamen kebudayaan khas lokal. Agaknya model inilahyang relatif mampu menjawab sindiran atas bercokolnya kurikulum barat dalam pendidikan kita.

Tajuk Rencana KR (28/01)

No comments:

Post a Comment